KAMU
Aku
menyebutmu kepiluan
Merindukanmu
adalah tangisan sendu bagiku
Aku
menyebutmu bencana
Berharap
hadirmu membuatku tak ingin apa-apa
Aku
menyebutmu candu
Karena
merindukanmu membuatku terus ingin mengulangi
Lalu dimana
keindahanmu
Diantara
kepiluan,
bencana dan
candu cintamu adalah keindahan dari segala keistimewaan bagiku
November
2015, Cilamaya Wetan
Hendrik
Agustian
AI
Ai, kau
tahu
Mendung kini
sedang memayungi anganku
Membuatku
tak mampu berhenti memikirkanmu
Ai, kau
tahu
Kini hujan
turun dipelataran hatiku
Membasahi
menggenang kerinduan
Ai, kau
tahu
Aku
tenggelam karna hujan kerinduan
Hujan yang
dicipta tuhan membanjiri hatiku
Ai, kau
tahu
Aku sangat
mengagumii mendung
Aku sangat
mencintai hujan
Begitupun
aku padamu
November
2015
Hendrik
Agustian
POJOK
RUANG TAK BERJENDELA
Di pojok
ruang tak berjendela
Kutermenung
bergulat sepi
Bertemu ku
sendu tak bernama
Memaksa ku
mengukir kembali puisi
Puisiku tak
berima
Terkesan
ngawur tak beratur
Tak apalah
sudah
Terasa cukup
bagiku
Untuk ku
mengagumimu
Kembang yang
mekar di gelapnya mendung
Semerbak
merekah di gemerciknya hujan
Tegar
berdiri di antara dentuman sang gemuruh
Di pojok
ruang tak berjendela
Antara mendung,
hujan dan gemuruh
Rindu pada
kembang membuatku keluh
November
2015, Cilamaya Wetan
Hendrik
Agustian
MENDUNG
Kenapa
mendung terlihat gelap
Bukanya awan
nyata putih
Apakah putih
awan berubah gelap
Tapi tetap
awan berwarna putih
Bukan karena
awan berubah warna
Tapi sifat
cahaya alasannya
Sinaran
mentari terhalang tebalnya induk hujan
Itu
jawabannya,
Begitupun
engkau kembang
Terlihat
laksa mendung
Terlihat
gelap menakutkan
Kala sinaran
kecantikan
Terhalang
induk amarah
Membuatku
takut
Kalut
Terpuruk
November
2015, Cilamaya Wetan
Hendrik
Agustian
MENTARI DAN MENDUNG
Kau mentari
Aku mendung
Berjuta keindahan ada padamu
Sedang kesenduan ada padaku
Kau mentari
Aku mendung
Menyejukan kala bersama
November 2015, Cilamaya Wetan
Hendrik Agustian
BERMAIN HUJAN
Bermain dimusim hujan
Mengubah rintik menjadi cantik
Melukis lebat menjadi kerabat
Memahat petir menjadi getir
Mendung menjadi gandrung
Guruh menjadi keluh
Tercipta saat rindu menjadi candu
Berkumpul dalam indahnya mendung
Di musim hujan
November 2015, Cilamaya Wetan
Hendrik Agustian
KEAJAIBAN HUJAN DESMBER
Hujan itu?
Ya benar hujan itu
Yang selalu terkenang
Saat rindu tergenang
Selalu teringat
Kala dingin membuat kita rapat
Memberi kita ruang cakap
Tentang rintik
Yang membuatmu terlihat begitu cantik
Tentang kilat
Membuatmu semakin dekat
Kau takut petir
Katamu suaranya membuatmu getir
Kau takut guruh
Katamu suaranya membuatmu keluh
Tapi bagiku ada satu yang kutakutkan
Kala hujan berhenti
Iya benar
Karena kau harus kuantar pulang
Meninggalkan kilat yang membuat kita
dekat
Biarlah hujan turun seharian
Agar ku dapat terus bersamamu kembang
November 2015, Cilamaya Wetan
Hendrik Agustian
KEINDAHAN DI SEGALA RINDU
Tak henti jariku bergoyang
Mencari kata kata yang mampu
menunjukan keindahanmu
Tak henti anganku menari
Karena lagu rindu yang selalu kau
dendangkan dimalam sepi
Tak lelah imajiku memburu
Tatanan kalimat yang mewakili
kerinduanku
Tak lelah
Dan tak akan pernah lelah
Sebelum kutemukan keindahanmu dalam
tulisanku
Akan tetap ku cari
Walau ku terus berlalri diantara sepi
Akan tetap ku buru
Keindahan dalam segala rindu
November 2015
Hendrik Agustian
BALADA
Nang ning
Ning nang nung
Kala hening
Ku merenung
Pok ame ame
Belalang kupu kupu
Sepi dalam rame
Semua karena rindu
Siang makan nasi
Kalau malam minum susu
Galau dalam sepi
Rindu sangat akan hadirmu
November 2015
Hendrik Agustian
SEDERHANA
Aku merindumu secara sederhana
Cukup ku telan hasrat
Ku ubah ingin menjadi candu
Mempercepat hari dalam seminggu
Disitu rindu dirimu, akan bertemu
November 2015, Cilamaya Wetan
Hendrik Agustian
KEMBANG
KECILKU
Perjalanan kita tak semudah sebuah cerita
Berliku kadang saling bertabrakan
Iya, itu benar tak seindah cerita romantis
Diantara berjuta keindahannya
Ribuan masalah menari didalamnya
Tak bisa kubayangkan
Jika lawan kisahku bukan kau
Tak mampu ku mimpikan
Seandainya tokoh itu bukanlah engkau
Kau yang indah akan kesabaranmu
Luarbiasa akan kesetianmu
Ketika ku batu kau mampu menjadi air
Ketika ku gersang engkau laksa hujan
Terimakasih kembang kecilku
Begitu luarbiasa kisah yang kita tulis
Bersamaku bukan suatu hal yang gampang
Kau harus melawan egois
Kadang membuatmu menangis
Tapi kau tetap berdiri
Tersenyum di sepanjang alur
Kembang kecilku kembang peraduanku
Jangan bimbang peluklah aku
Entah sampai kapan kita mampu
Tetaplah menjadi kembang kecilku
Sebagai teman kisah yang belum usai
November 2015, Cilamaya Wetan
Menanti
hujan
Ku pandangi jendela kamar tanpa usik
Berharap mendung
Membawa berita kapan hujan datang
Resah berkecamuk diantara sepi dan
rindu
Menanti rintikmu
Menanti ricakmu
Menanti sejukmu
Mendung lewat tanpa satu kata terucap
Meninggalkan kerinduan di jendela
kamar
Menyisakan harap kapan kau datang
November 2015, Cilamaya Wetan
Hendrik Agustian
KETIKA
RINDU DAN CINTA BERCANDA
Nyanyian
jiwaku nyanyian cintaku
Bersenandung di seketika rindu
Menari dalam
birama kesaksian semu
Berdendang
laju tanpa rasa malu
Berjalanku
tepat dibelakang bayanganku
Walau
mentari terdiam di belakangku
Aku tetap
berjalan kemana cinta harus bertemu
Bukan kenapa
dan apa, tapi siapa yang merindumu
Tarian
jiwaku tarian fana
Luwes
diantara kelopak mata
Bergoyang
tak tentu arah dan kapan tiba
Memecah
keceriaan gereja di pagi buta
Nyanyian
jiwaku berhenti
Senandungku
tak lagi sendu
Tarianku
merubah sepi
Saat hati
tersapa rindu
02022015
Cilamaya
wetan
Hendrik
Agustian
TERHENTI
DI TITIK
Jariku
kembali menari dalam indah imaji
Memutar
hayal menjadi sebuah prosa
Tak indah
tapi mewakili
Betapa
kerinduan meracuni ku
Berjuta kata
ku eja
Beribu
kalimat ku pahat
Beratus bait
terhimpit
Berpuluh
paragraf berjajarkan shaf
Ku cari koma
dalam puisi ku
Entah dimana
hanya tanda tanya
Ku cari
titik dalam puisi ku
Ternyata ada
di kamu
Hanya kamu
yang merubah koma menjadi titik
Merubah
tanya menjadi seru
Kau titik
bagiku
Bukan koma
atau tanda petik
Karena semua
puisiku terhenti padamu
24042015
Pesisir
Karawang
Hendrik Agustian
BINCANG
MALAM
Kelopak tak
bersahabat malam
Memikirkanmu
adalah rutinitas, tak pernah tuntas
Walau jarak
mengkotakkan kita pada tempat berbeda
Rasa
mengikat pada juntaian seribu rindu
Berbincang
ku pada pemilik gelap
Bahwa
kerinduan itu menyiksa
Benar selalu
menyiksa
Tak pernah
menyisakan ruang lupa
Tersiksanya
aku, karena rindu itu
Yang tak
ingin pergi dariku
Seperti
berpacaran dengan malam
Rindu tak
mau hilang
Selalu
datang,
disetiap
rumitnya alasan kelopak tertutup
Rindu itu
selalu datang
November
2015, Cilamaya Wetan
Hendrik
Agustian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar